Foto Din Syamsuddin saat berada di Kazan Federal University |
Namun, Gorbachev, pemimpin Uni Soviet, meminta agar NATO dan AS tidak melakukan gerakan ke Timur (Eastward Move), karena hal itu akan mengancam Rusia.
Namun, di awal tahun 2000an, NATO dengan dukungan AS mulai bergerak ke Timur dengan mendirikan pangkalan di Polandia dan Hungaria serta berencana membangun pangkalan di Ukraina. Inilah tempat dimulainya ketegangan di seluruh dunia setelah Perang Dingin.
Demikian dikatakan Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta, pada kuliah umum pada 17 Mei 2024 di Kazan Federal University, Jurusan Hubungan Internasional.
Chaiman dari Global Fulcrum of Wasatiyyat Islam (Poros Dunia Wasatiyyat Islam) mengatakan bahwa meskipun operasi militer Rusia di Ukraina dapat dianggap sebagai mekanisme pertahanan diri, perang bukanlah solusi.
Oleh karena perang hanya akan membawa kerusakan dan kesengsaraan bagi manusia, solusi yang menyeluruh diperlukan untuk menangani Dunia Multipolar setelah Perang Dingin.
Foto Din Syamsuddin saat berada di Kazan Federal University, Jumat 17 Mei 2024. Foto: Dok. Istimewa |
Din Syamsuddin, yang juga Ketua Pusat Dialog dan Kerja Sama antara Budaya (CDCC), berpendapat bahwa "dialog harus menjadi prioritas utama. Sayangnya, negara-negara terbesar di dunia cenderung mengekalkan hegemoni mereka dan ingin mengeluarkan miliaran dolar untuk membeli senjata untuk negara lain" ungkapnya
"Perang hanya akan membawa kerusakan dan menimbulkan kesengsaraan bagi manusia. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi yang menyeluruh khususnya menghadapi Dunia Multipolar pascaperang dingin," ujarnya.
Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin (depan kiri) berfoto bersama mahasiswa Kazan Federal University, Kazan, 17 Mei 2024 |
Menurut Din Syamsuddin, yang juga Chairman Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC, dialog harus di kedepankan. "Sayangnya kekuatan dunia besar cenderung mempertahankan hegemoni, dan mau mengeluarkan miliaran dolar untuk membantu persenjataan kepada negara lain. Untuk itu diperlukan pemimpin negara yang negarawan yang mengambil prakarsa dialog antar bangsa dan peradaban," sambungnya.
“Untuk itu diperlukan pemimpin negara yang negarawan yang mengambil prakarsa dialog antar bangsa dan peradaban,” katanya.
Banyak mahasiswa bertanya pada kuliah umum tersebut. Beberapa dari mereka bertanya tentang potensi kerja sama Indonesia dan Russia untuk mewujudkan perdamaian global dan tata dunia yang adil dan beradab.
Din Syamsuddin hanya memberi jawaban singkat bahwa itu tergantung pada kepala negara masing-masing apakah mereka memiliki wawasan perdamaian global dan apakah mereka independen dan tidak bergantung pada kekuatan luar. (red*)
Komentar0